BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif
dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang
memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia.
Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih
mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian,
kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan
juga akan meningkat ( Sodoyo, 2009 )
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang
dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca
menopause adalah 1,4% tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi
RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi umur, lamanya
menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah
kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan lebih/obesitas dan latihan yang
teratur ( Sudoyo, 2009 ).
Ada
beberapa faktor risiko osteoporosis daiantaranya genetic, jenis kelamin dan
masalah kesehatan kronis, defisiensi hormone, kurang olah raga, serta rendahnya
asupan kalsium, Bila dalam suatu keluarga mempunyai riwayat osteoporosis maka
kemungkinan peluang anak mengalami hal yang sama adalah 60-80%. Dilihat dari
jenis kelamin 80% wanita mengidap osteoporosis. Risiko osteoporosis juga akan
meningkat apabila mengidap penyakit kronis. Sedangkan hubunga antara perempuan
osteoporosis karena menaupose akibat penurunan hormone esterogen , (Siswono,
2003).
Osteoporosis
atau dikenal sebagai tulang keropos. Pada osteoporosis massa yang membentuk
tulang sudah berkurang, sehingga tulang dapat dikatakan keropos. Struktur
pengisi tulang antara lain berupa senyawa-senyawa kolagen disamping juga
kalsium, berfungsi bagaikan semen cor-an nya tulang. Ketika massa ini menjadi
berkurang maka tulang menjadi kurang padat sehingga tak kuat menahan benturan
ringan sekalipun yang mengenainya, resikonya patah tulang gampang terjadi.Di
luar dari mudahnya tulang yang keropos itu mengalami fraktur, tulang yang
keropos hampir tak bergejala sama sekali, silent disease. Jadi Keduanya
memang dekat dengan wanita usia post menopause dikarenakan proses
metabolisme di tulang memang membutuhkan pengaruh dari hormone estrogen yang
lazimnya menurun saat wanita post menopause.
B.
TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat
memahami asuhan keperawatan pada pasien Osteoporosis
2. Tujuan Khusus
a.
Mahasiswa mampu
memahami definisi Osteoporosis
b.
Mahasiswa mampu
memahami etiologi Osteoporosis
c.
Mahasiswa mampu
memahami patofisiologi Osteoporosis
d.
Mahasiswa mampu
memahami manifestasi klinik Osteoporosis
e.
Mahasiswa mampu
memahami pemeriksaan diagnostik Osteoporosis
f.
Mahasiswa mampu
memahami penatalaksanaan Osteoporosis
g.
Mahasiswa mampu
memahami komplikasi Osteoporosis
h.
Mahasiswa mampu
memahami asuhan keperawatan Osteoporosis
C.
METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan
makalah ini adalah metode studi pustaka yaitu diambil dari buku-buku dan
mencari sumber-sumber lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
Osteoporosis berasal dari kata osteo
dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra,
2009).
Menurut WHO pada International
Consensus Development Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah
penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai
perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang
pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko
terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH),
2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang
mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang.
Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu
densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis
adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH)
mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang
ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah (
Sudoyo, 2009 ).
Osteoporosis
dibagi 2 kelompok, yaitu :
a. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang,
yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga
meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca
menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1
pada usia rata-rata 53-57 tahun.Osteoporosis primer
adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan,
sedangkan osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa
tulang akibat hal hal tertentu. Sampai saat ini
osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena lebih banyak ditemukan
dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita menopause
dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer.
b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis
sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang. Osteoporisis
sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk
kelainan endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada
osteoporosis sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk
menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan
steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi,
mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status
hipogonade, dan lain-lain.
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1.
Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetic
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh
terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup
besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya
mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pada bangsa Kaukasia. Jadi
seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif
imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor
mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap
massa tulang di samping faktor genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa
tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik beban mekanik
yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang
besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya
hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau
tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istirahat di tempat tidur dalam waktu yang lama,
poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa
lama untuk meningkatkan massa tulang di samping faktor genetik.
c. Faktor
makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan
hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan
mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian
makanan yang berlebih (misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.
2.
Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetic
Pada seseorang dengan tulang yang kecil
akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang
besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai
ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan
sitat genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu
dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang
(osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif
masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama.
b. Faktor
mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan
yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan
lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi
panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan
menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi
beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang
peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan
bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan
nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya
baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara
masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam
masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta
absorbsinya kurang serta ekskresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir
kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang
penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein
akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal
ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan
secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
e. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari
dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal
ini disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan
dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan
kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah
banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila
disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak
ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan. Individu dengan alkoholisme
mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat
urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
Beberapa
penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya
hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia
antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon
estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal
ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun
pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat
dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan
antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas)
dan pembentukan tulang baru (osteoblast).
Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih
sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5%
penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan oleh
keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal
ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal)
serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon
tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk
keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis
osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak
dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang.
C.
PATOFISIOLOGI
Osteoporosis
terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan faktor
lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk
tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok, alkohol,
kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan
pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya
serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran
kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan
resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan
tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi
penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Dalam
keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu proses
yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses
resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini,
misalnya apabila proses resorbsi lebih besar dari pada proses pembentukan
tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang kita
jumpai pada osteoporosis.
Dalam
massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan
tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan peride konsolidasi. Pada
periode ini terjadi proses penambahan kepadatan tulang atau penurunan porositas
tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai
pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun untuk tulang bagian korteks dan
mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang bagian trabekula.
Sesudah
manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan
mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun,
sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia lebih
muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama
dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause, proses ini akan
berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita menopause massa tulang akan
menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita penurunan massa tulang
berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini berbagai bagian tubuh
ternyata tidak sama.
Dengan
teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang
tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut:
metacarpal, kolum femoris serta korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang
lain, misalnya : tulang paha bagian tengah, tibia dan panggul, mengalami proses
tersebut secara lambat.
Pada
osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola
yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta
pelebaran lumen, sehingga secara anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik
kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah
sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma
mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Bagian-bagian tubuh yang
sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian
prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena
berbagai sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai
adalah osteoporosis oleh karena bertambahnya usia.
D.
MANIFESTASI KLINIS
Osteoporosis merupakan silent disease.
Penderita osteoporosis umumnya tidak mempunyai keluhan sama sekali sampai orang
tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang seluruh
tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang
menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra
dan kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk,
pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien
menurun dan terdapat lengkung vertebra abnormal (kiposis). Osteoporosis pada
kolumna femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur patologik
(yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien usia
lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan
penipisan korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit
ditegakkan karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu ”normal”
yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist
jika osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan
secara analisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien
osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam
serum.
Manifestasi
osteoporosis :
1.
Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang
nyata
2.
Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3.
Nyeri timbul mendadak
4.
Sakit hebat dan terlokalisasi pada
vertebra yg terserang. Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur adalah pergelangan
tangan, panggul dan vertebra
5.
Nyeri berkurang pada saat istirahat di
tempat tidur
6.
Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan
akan bertambah jika melakukan aktivitas atau karena suatu pergerakan yang
salah
7.
Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi
badan,
Hal ini terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada
vertebra.
Tulang lainnya
bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena
jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Selain itu, yang juga sering terjadi karena adalah patah tulang lengan di
daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles,
Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami secara perlahan.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah
densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra
spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling
berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan
yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan
menyebabkan deformitas bikonkaf.
2.
CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang
secara kuantitatif yang mempunyao nilai penting dalam diagnostik dan terapi
follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan
fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3
ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3.
Pemeriksaan Laboratorium
a.
Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan
kelainan yang nyata
b.
Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar
HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
c.
Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi
Ca menurun
d.
Eksresi fosfat dan hidroksipolin
terganggu sehingga meningkat kadarnya.
F. PENATALAKSANAAN
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang
hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat
melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D
susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis,
brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan
asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium
karbonat).
Pada menopause, terapi pergantian hormone (HRT=hormone replacemenet
therapy) dengan estrogen dan progesteron dapat diresepkan untuk memperlambat
kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya.
Wanita yang telah mengalami pengangkatan ovarium atau telah menjalani menopause
prematur dapat mengalami osteoporosis pada usia yang cukup muda;penggantian
hormon perlu dipikirkan pada pasien ini estrogen menurunkan resorpsi tulang
tapi tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon dalam jangka panjang
masih dievaluasi. Estrogen tidak akan mengurangi kecepatan kehilangan tulang
dengan pasti. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit
pengingkatan insidensi kanker payudara dan endometrial. Maka selama HRT pasien
harus diperiksa payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya termasuk
masukan papanicolaou dan biopsi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau
dua kali setahun.
Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer
menekan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intra
muscular. Efek samping ( mis gangguan gastrointestinal, aliran panas, frekuensi
urin) biasanya ringan dan kadang-kadang dialami. Natrium fluoride memperbaiki
aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang ; namun,kualitas tulang yang baru
masih dalam pengkajian. Natrium etidronat, yang menghalangi resorpsi tulang
osteoklastik, sedang dalam penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai
terapi osteoporosis.
G.
KOMPLIKASI
Osteoporosis
mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur
daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan
tangan.
H.
ASUHAN KEPERAWATAN
i.
Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis
akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.
1.
Anamnese
a)
Identitas
a.
Identitas klien
Meliputi nama, umur,
jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai
identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b.
Identitas penanggung
jawab
Identitas penanggung
jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama
perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien dan alamat.
b)
Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu
mengidentifikasi adanya
:
a.
Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah),
leher,dan pinggang
b.
Berat badan menurun
c.
Biasanya diatas 45 tahun
d.
Jenis kelamin sering pada wanita
e.
Pola latihan dan aktivitas
c)
Pola
aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan
olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan
toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa
lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan
gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan
fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf
dan muskuloskeletal.
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan
menurunnya gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar )
menurun, dan stamina menurun.
2.
Pemeriksaan
Fisik
a.
B1 (Breathing)
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada
dan tulang belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi :
Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
b.
B2 ( Blood)
Pengisian
kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya
pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang
berkaitan dengan efek obat.
c.
B3 ( Brain)
Kesadaran
biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah.
a)
Kepala dan wajah : ada sianosis
b)
Mata :
Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
c)
Leher :
Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung
yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan
indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra
d.
B4 (Bladder)
Produksi urine
biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.
e.
B5 ( Bowel)
Untuk kasus
osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi,
konsistensi, warna, serta bau feses.
f.
B6 ( Bone)
Pada inspeksi
dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan
kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat
badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality
dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa
tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat
korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks
dan hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas
bikonkaf.
b) CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra
diatas 110 mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau
penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada
pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
ii.
Diagnosa
1. Nyeri
berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme
otot, deformitas tulang.
2. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko cedera
berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh.
4. Kurang
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi.
iii.
Intervensi
1. Nyeri
berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme otot,
deformitas tulang.
·
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
nyeri berkurang.
·
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya,
klien dapat tenang dan
istirahat yang cukup,
klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri
terlokalisasi atau menyebar pada abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9 yaitu
nyeri berat.
|
·
Tulang dalam peningkatan jumlah trabekular,
pembatasan gerak spinal.
|
·
Ajarkan pada klien tentang alternative lain
untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
|
·
Alternatif lain untuk mengatasi nyeri,
pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya.
|
·
Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri :
-
Aspirin
-
Phenyl-butazone
-
Naproxen
-
Ibuprofen
-
Diclofenac
-
Piroxicam
-
Tenoxicam
-
Celecoxib
-
Lumiracoxib
|
·
Keyakinan klien tidak dapat menoleransi obat
yang adekuat atau tidak adekuat untuk mengatasi nyerinya.
|
·
Rencanakan pada klien tentang periode
istirahat adekuat dengan berbaring dalam posisi telentang selama kurang lebih
15 menit
|
·
Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat
untuk aktivitas sehari-hari.
|
2.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder
akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
·
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan
klien mampu melakukan mobilitas fisik.
·
Kriteria hasil :
Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu
melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
|
·
Dasar untuk memberikan alternative dan latihan
gerak yang sesuai dengan kemapuannya.
|
·
Rencanakan tentang pemberian program latihan :
ü Bantu klien jika
diperlukan latihan
ü Ajarkan klien tentang
aktivitas hidup sehari hari yang dapat dikerjakan
ü Ajarkan pentingnya
latihan.
|
·
Latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan
stimulasi sirkulasi darah
|
·
Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan
melakukan aktivitas hidup sehari hari.
|
·
Aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri
|
·
Peningkatan latihan fisik secara adekuat :
ü Dorong latihan dan hindari
tekanan pada tulang seperti berjalan
ü Instruksikan klien
untuk latihan selama kurang lebih 30menit dan selingi dengan istirahat dengan
berbaring selama 15 menit
ü Hindari latihan
fleksi, membungkuk tiba– tiba,dan penangkatan beban berat
|
·
Dengan latihan fisik :
ü Masa otot lebih besar
sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis
ü Program latihan
merangsang pembentukan tulang
ü Gerakan menimbulkan
kompresi vertical dan fraktur vertebra.
|
3. Risiko cedera
berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh.
·
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera
tidak terjadi
·
Kreteria Hasil :
Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien dapat
menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
Intervensi
|
Rasional
|
·
Ciptakan lingkungan yang nyaman :
ü Tempatkan klien pada
tempat tidur rendah
ü Amati lantai yang
membahayakan klien
ü Berikan penerangan
yang cukup
ü Tempatkan klien pada
ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi
ü Ajarkan klien tentang
pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan.
|
·
Menciptakan lingkungan yang aman dan
mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
|
·
Berikan dukungan ambulasi sesuai dengan
kebutuhan :
ü Kaji kebutuhan untuk
berjalan
ü Konsultasi dengan ahli
therapist
ü Ajarkan klien untuk meminta
bantuan bila diperlukan
ü Ajarkan klien untuk
berjalan dan keluar ruangan
|
·
Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat
menyebabkan mudah jatuh.
|
·
Bantu klien untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari secara hati-hati.
|
·
Penarikan yang terlalu keras akan menyebabkan
terjadinya fraktur.
|
·
Ajarkan pada klien untuk berhenti secara
perlahan, tidak naik tanggga, dan mengangkat beban berat.
|
·
Pergerakan yang cepat akan lebih memudahkan
terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis.
|
·
Ajarkan pentingnya diet untuk mencegah
osteoporosis :
ü Rujuk klien pada ahli
gizi
ü Ajarkan diet yang
mengandung banyak kalsium
ü Ajarkan klien untuk
mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
|
·
Diet kalsium dibutuhkan untuk mempertahankan
kalsium serum, mencegah bertambahnya kehilangan tulang. Kelebihan kafein akan
meningkatkan kalsium dalam urine. Alcohol akan meningkatkan asidosis yang
meningkatkan resorpsi tulang
|
·
Ajarkan tentang efek rokok terhadap pemulihan
tulang
|
·
Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis
|
·
Observasi efek samping obat-obatan yang
digunakan
|
·
Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat
menyebabkan pusing, megantuk, dan lemah yang merupakan predisposisi klien
untuk jatuh
|
4. Kurangnya
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi.
·
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program
terapi.
·
Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu
menyebutkan
program terapi yang diberikan, klien tampak tenang.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Kaji ulang proses penyakit dan
harapan yang akan datang
|
·
Memberikan dasar pengetahuan dimana
klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
|
·
Ajarkan pada klien tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
|
·
Informasi yang diberikan akan membuat
klien lebih memahami tentang penyakitnya
|
·
Berikan pendidikan kepada klien
mengenai efek samping penggunaan obat
|
·
Suplemen kalsium ssering
mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya
mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping
tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal
|
iv.
Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1. Nyeri
berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme
otot, deformitas tulang.
|
·
Memantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri terlokalisasi
atau menyebar pada abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri berat.
·
Mengajarkan pada klien tentang alternative
lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
·
Mengkaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri.
-
Aspirin
-
Phenyl-butazone
-
Naproxen
-
Ibuprofen
-
Diclofenac
-
Piroxicam
-
Tenoxicam
-
Celecoxib
-
Lumiracoxib
·
Merencanakan pada klien tentang periode
istirahat adekuat dengan berbaring dalam posisi telentang selama kurang lebih
15 menit
|
S : Klien mengatakan nyeri berkurang
O : Dapat melakukan
perawatan secara mandiri dan penanganannya secara sederhana.
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan :
·
Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri
terlokalisasi atau menyebar pada abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9 yaitu
nyeri berat.
·
Ajarkan pada klien tentang alternative lain
untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
·
Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri.
-
Aspirin
-
Phenyl-butazone
-
Naproxen
-
Ibuprofen
-
Diclofenac
-
Piroxicam
-
Tenoxicam
-
Celecoxib
-
Lumiracoxib
·
Rencanakan pada klien tentang periode
istirahat adekuat dengan berbaring dalam posisi telentang selama kurang lebih
15 menit
|
2.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri
sekunder atau fraktur baru.
|
·
Mengkaji tingkat kemampuan klien yang masih
ada.
·
Merencanakan tentang pemberian program latihan
:
ü Membantu klien jika
diperlukan latihan
ü Mengajarkan klien
tentang aktivitas hidup sehari hari yang dapat dikerjakan
ü Mengajarkan pentingnya
latihan.
·
Membantu kebutuhan untuk beradaptasi dan
melakukan aktivitas hidup sehari hari.
·
Meningkatan latihan fisik secara adekuat :
ü Mendorong latihan dan
hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
ü Menginstruksikan klien
untuk latihan selama kurang lebih 30menit dan selingi dengan istirahat dengan
berbaring selama 15 menit
ü Menghindari latihan
fleksi, membungkuk tiba– tiba,dan penangkatan beban berat
|
S : Klien mengatakan sudah bisa
beraktivitas kembali
O : Dapat beraktivitas secara mandiri
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
3. Risiko cedera
berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh
|
·
Menciptakan lingkungan yang nyaman :
ü Menempatkan klien pada
tempat tidur rendah
ü Mengamati lantai yang
membahayakan klien
ü Memberikan penerangan
yang cukup
ü Menempatkan klien pada
ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi
ü Mengajarkan klien
tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan.
·
Memberikan dukungan ambulasi sesuai dengan
kebutuhan :
ü Mengkaji kebutuhan
untuk berjalan
ü Mengkonsultasi dengan
ahli therapist
ü Mengajarkan klien
untuk meminta bantuan bila diperlukan
ü Mengajarkan klien
untuk berjalan dan keluar ruangan
·
Membantu klien untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari secara hati-hati.
·
Mengajarkan pada klien untuk berhenti secara
perlahan, tidak naik tanggga, dan mengangkat beban berat.
·
Mengajarkan pentingnya diet untuk mencegah
osteoporosis :
ü Merujuk klien pada
ahli gizi
ü Mengajarkan diet yang
mengandung banyak kalsium
ü Mengajarkan klien
untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
·
Mengajarkan tentang efek rokok terhadap
pemulihan tulang
·
Mengobservasi efek samping obat-obatan yang
digunakan
|
S : Klien mengatakan sudah bisa
beraktivitas
O : Dapat menghindari
aktivitas yang mengakibatkan fraktur
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
4. Kurangnya
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi.
|
·
Mengkaji ulang proses penyakit dan
harapan yang akan datang
·
Mengajarkan pada klien tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
·
Memberikan pendidikan kepada klien
mengenai efek samping penggunaan obat
|
S : Klien mengatakan sudah memahami
tentang penyakit osteoporosis dan program terapi
O : Pengetahuan klien jadi bertambah
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dengan
meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan
metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang
memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia.
Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih
mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian,
kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan
juga akan meningkat ( Sodoyo, 2009 ).
Osteoporosis berasal dari kata osteo
dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra,
2009).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1. Determinan
Massa Tulang
2. Determinan
penurunan Massa Tulang
Osteoforosis
terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan faktor
lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk
tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor lingkungan meliputi, merokok, alkohol,
kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan
pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya
serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran
kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan
resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang
lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa
tulang total yang disebut osteoporosis.
Manifestasi
osteoporosis :
1.
Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang
nyata
2.
Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3.
Nyeri timbul mendadak
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Radiologis
2.
CT-Scan
Penatalaksanaannya dengan Diet kaya kalsium dan vitamin D yang
mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada
permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal.
Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang
tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya)
setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan
preparat kalsium(kalsium karbonat).
Osteoporosis
mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur
daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan
tangan.
Diagnosa yang timbul :
1. Nyeri
berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme
otot, deformitas tulang.
2. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko cedera
berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh.
4. Kurangnya
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi.
B. SARAN
Bagi orang yang mengalami osteoporosis sebaiknya melakukan diet kaya
kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi
terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau
susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus,
salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium
yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat), sering
berolahraga dan pola hidup sehat.
Dalam pembuatan makalah ini kelompok
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kelompok meminta kritik dan saran
yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kelompok buat dapat bermanfaat
bagi pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Tandra, H, 2009. Segala
Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal,
Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi
5. Jakarta : Internal
Publishing
Junaidi, I, 2007. Osteoporosis
- Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua : Penerbit PT
Bhuana Ilmu Populer
Suryati,
A, Nuraini, S. 2006. Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan. Vol.2. Jakarta
Anonim,
2013/05. www.debyrahmad.blogspot.com
BAGI YANG MAU DOWNLOAD ASKEP OSTEOPOROSIS, HARAP MENINGGALKAN KOMENTAR DAN FOLLOW TWITER YANG PUNYA BLOG INI @deby_masru WAJIB !!!!!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bagus,,